"Tring!!
Bunyi pemberitahuan sebuah whatsapp messanger di grup terdengar, isinya membuat saya merasa getir, sebuah broadcast message tentang kekhawatiran dan persoalan yang mungkin terjadi di masa depan dari efek mulai membanjirnya pekerja asing di Indonesia.
Informasi meningkatnya statistik pendaftaran akan masuknya banyak pekerja asing, dari beberapa negara tetangga mulai dari yang professional, sampai pekerja kasar, sektor formal dan informal termasuk pekerja rumah tangga.. Woow!! mba asisten rumah tangga (yang sering menjadi drama dan balada ibu-ibu) asing ternyata mulai masuk ke rumah-rumah di beberapa wilayah di Jakarta, konon mereka bekerja dengan pemenuhan standar service excellent di atas rata-rata dengan gaji yang kurang lebih sama dengan pekerja lokal, hhmmm…dan hal seperti ini bisa terjadi karena salah satu bagian dari kesepakatan MEA.
Apa itu MEA?
Istilah yang ngga' terlalu asing di telinga, sejak beberapa tahun lalu sering didengungkan, beberapa kali mendengar dan membaca istilah ini di pemberitaan, tapi apa dan bagaimana detailnya saya tidak ikuti terlalu intens.
MEA ( Masyarakat Ekonomi Asean) adalah salah satu bentuk kesepakatan perjanjian antara negara anggota di kawasan ASEAN untuk membentuk satu kawasan bersatu MEA. Kawasan terintegrasi di wilayah Asia Tenggara yang bertujuan untuk menghilangkan dan meminimalisasi hambatan-hambatan di dalam melakukan kegiatan ekonomi lintas kawasan, dalam perdagangan barang, jasa, dan investasi di negara-negara yang berada dalam satu kawasan yang tergabung dalam organisasi ASEAN yang terdiri dari sepuluh negara Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, Myanmar, Vietnam, Filipina, Laos dan Kamboja
Kesepakatan yang mulai dijalankan sejak tahun 2015 ini dengan kata lain adalah perjanjian untuk membentuk pasar tunggal
yang memungkinkan satu negara menjual
barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara.
Sebagai ibu rumah tangga awalnya saya sama sekali tidak
terlalu aware dengan istilah ini, saya
pikir ini istilah yang sangat jauh sekali dari lingkaran keseharian saya
sebagai IRT, mikirin harga cabe yang naik turun aja sudah bikin mumet apalagi perdagangan bebas ASEAN! Pasti hanya mereka yang bergerak dalam bidang bisnis, perdagangan
ekspor, impor atau hal-hal yang berbau politik yang mengurusi hal-hal semacam ini.
Tapi terusik info dari whatsapp seperti itu,
yang terlintas dibenak saya sudah pasti anak-anak, dengan fakta seperti ini, tentunya persaingan dan kompetisi yang luar biasa sudah menanti mereka. Dan saya sukses menjadi mellow... Ah! anakku dunia seperti apa yang akan kalian hadapi nanti?
Meski negara kita merupakan salah satu negara leader dengan
posisi penting dan strategis di kawasan, mungkinkah ini bisa menjadi tolak ukur kalau kita mampu, belum apa-apa sudah resah dan khawatir. Sungguh akan siapkah anak-anak kelak bersaing di dunia persaingan bebas seperti ini?
Bagi saya tak jadi soal menjadi apapun mereka nanti entah itu profesional, pegawai, pengusaha, enterpreneur, dll. Satu yang pasti kekuatan global
dalam bentuk pasar bebas sudah menjadi satu keniscayaan yang tidak mungkin dihindari. Hal ini benar-benar tantangan berat bagi
orang tua untuk mampu memersiapkan anak-anak yang siap mampu bersaing di
era keterbukaan seperti ini.
Tetapi, optimisme harus selalu ada, dibalik kompetisi dan persaingan seperti ini peluang apapun bahkan yang terbesar sekalipun bisa diraih selama yakin dan mau berusaha.
Kekhawatiran sebagian orang akan ketidak siapan generasi mendatang menghadapi situasi ini, sepertinya bisa terbantahkan, orang bijak mengatakan setiap pemimpin dilahirkan oleh zamannya, atau ia yang melahirkan zaman baru, hadir sesuai kebutuhan. Pun demikian dengan anak-anak mereka di lahirkan sesuai dengan zamannya, tengok saja anak-anak kita yang cepat sekali beradaptasi dengan gadget dan menguasai berbagai macam aplikasi yang ada di dalamnya, kemampuan mereka menyerap informasi terkadang jauh dari jangkauan orangtua, setidaknya hal seperti ini yang saya rasakan.
Selain tentu saja berharap kepada kebijakkan pemerintah untuk menyokong kesiapan generasi mendatang menghadapi MEA dan atau perdagangan bebas lainnya. Sebagai orangtua saya berkeyakinan optimisme adalah salah satu modal utama bahwa anak-anak kelak akan tangguh mampu bersaing di tengah perdagangan bebas.
Juga terus belajar dan berusaha meningkatkan peran, memberikan, dan mengusahakan mereka mendapatkan pendidikan yang berkualitas, yang sesuai dengan potensinya, bukan hanya berupa hard skill ( berupa ilmu pengetahuan, teknologi, keterampilan teknis yang berhubungan dengan bidang ilmunya) tapi juga soft skill, keterampilan yang bersifat non teknis seperti pendidikan pembentukkan karakter, agar mereka memiliki kemampuan personal yang bisa dimanfaatkan untuk dirinya dan orang lain dapat mengendalikan emosi dalam diri, problem solver, inovatif, adaptif, disiplin, mampu memanajemen waktu, dan selalu berpikir dan beraksi positif. Dengan modal seperti ini saya yakin anak-anak akan mampu bersaing.
Dan satu lagi do'a ibu yang tak putus-putus, agar kelak anak-anak, dan semua anak bangsa Indonesia tangguh dan mampu bersaing di MEA dan juga perdagangan bebas lainnya, berkompetisi dan menjadikan Indonesia sebagai negara yang besar, negara yang hebat dan diperhitungkan oleh bangsa lain.
setuju mba, pembentukan karakter menjadi salah satu hal penting dalam menghadapi MEA ya..
BalasHapusemang saya support banget ama paragrap terakhir doa ibu yang tulus dan penuh kebaikan akan selalu mengiringi kesuksesan anak2nya kelak :)
BalasHapusSetuju, untuk tetap optimis
BalasHapus