Masih ingat berita beberapa bulan lalu soal pelarangan transportasi online untuk beroperasi oleh menteri perhubungan?
Gelombang protes membanjiri berita dan media sosial, baik dalam bentuk meme, surat terbuka, atau curhat, yang semuanya dilakukan para konsumen transportasi online, yang intinya menolak keputusan ini. Hasilnya hanya selang sehari saja, keputusan ini dibatalkan oleh bapak presiden Jokowi.
Ya! inilah satu contoh nyata bentuk kekuatan konsumen, yang ternyata bisa mengubah sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Sebagai konsumen, kita seharusnya mengetahui bahwa kita punya kekuatan untuk melakukan sesuatu yang mengarah pada perubahan, terutama jika itu dilakukan bersama-sama, dengan cara yang massive, berkelanjutan dan konsisten.
Salah satu perubahan yang paling jelas terasa saat ini adalah perubahan lingkungan yang menyebabkan perubahan iklim, sebagai konsumen apa kah kontribusi kita terhadap lingkungan?
Sebagai bagian dari pribadi, lingkungan rumah dan masyarakat, dalam keseharian tentunya tidak bisa dilepaskan dari berbagai barang dan produk kebutuhan, yang digunakan setiap hari mulai dari makanan, minuman, perlengkapan rumah, perlengkapan pribadi dll.
Dari dulu yaa...!? Saya sudah tahu kalau setelah pemakaian produk-produk tersebut pasti akan menghasilkan sisa atau sampah, seperti sampah kemasan, botol bekas, plastik pembungkus dll.
Yang saya baru tahu ternyata sampah yang dihasilkan bukan itu saja, ada sampah lain tak kasat mata yang dinamakan jejak karbon yaitu residu atau sisa-sisa yang menguap mencemari air, lautan dan udara.
Pengetahuan baru ini saya dapatkan setelah mengikuti sebuah perbincangan menarik dalam sosialisasi kampanye Bright Future #BeliYangBaik tanggal 22 April bertepatan dengan peringatan Hari Bumi, acara ini diadakan oleh Unilever bersama WWF, di Tartine Restaurant, Jakarta, yang dihadiri oleh para anggota dari Blogger Perempuan Network.
Wawasan dan pemikiran saya terbelah di acara ini, salah satunya adalah pemahaman saya soal rumah kaca, istilah ini sering sekali saya dengar, bayangan saya rumah kaca itu yang seperti ini.
Yang jadi pertanyaan saya apa peran rumah kaca ini sampai-sampai memberi efek berbahaya dan dituding sebagai biang keladi penyebab pemanasan global, padahal lucu-lucu banget kan yaa ini bentuknya.
Waahh...! Ternyata sampai jaman kuda gigit besi pertanyaan saya tak akan terjawab, karena ngga nyambung, efek rumah kaca adalah sebuah istilah dalam ilmu bumi.
"Efek Rumah Kaca merupakan proses pemanasan permukaan suatu benda langit (terutama planet atau satelit) yang disebabkan oleh komposisi dan keadaan atmosfernya"
"Gas Rumah Kaca adalah gas-gas yang ada di atmosfer yang menyebabkan efek rumah kaca, gas-gas ini sebenarnya sesuatu yang muncul secara alami, tetapi dapat timbul akibat aktivitas manusia"
Nah gas-gas yang dihasilkan dari efek rumah kaca disebut dengan jejak karbon
" Jejak Karbon adalah jumlah emisi gas rumah kaca yang dilepaskan oleh pribadi atau kelompok dalam melakukan kegiatannya pada periode tertentu, biasanya berbentuk CO2 dan atau gas-gas lainnya"
Sisa-sisa atau sampah-sampah itu boleh jadi tidak merugikan dan masih bisa diatasi jika hanya berasal dari rumah saya, satu atau dua rumah lainnya.
Tetapi bagaimana bila sisa dan sampah di hasilkan dari jutaan rumah dan orang yang ada di seluruh penjuru dunia? Sudah dapat dibayangkan! Pasti banyak sekali, Sampah-sampah pribadi atau sampah rumah tangga ini berkontribusi 15% terhadap efek rumah kaca. yang berujung menjadi pemanasan global, penguapan sampah-sampah ini menghasilkan gas metana yang berbahaya, dan sewaktu-waktu bisa meledak.
Belum lagi tambahan pencemaran dan sampah dari aktivitas lain seperti asap knalpot kendaraan, aktivitas pabrik, partambangan, eksplorasi dll.
Indonesia saat ini menurut laporan kementerian lingkungan hidup merupakan salah satu negara penyumbang sampah terbesar nomor dua di dunia, dengan total jumlah penduduk hampir 250 juta mungkin saja terasa wajar, tetapi ini adalah prestasi yang memprihatinkan, produksi sampah ini menempatkan Indonesia dengan nilai indeks perilaku peduli lingkungan berada di level 0,57 dari angka mutlak satu, termasuk salah satu yang terendah di dunia.
Indeks perilaku peduli lingkungan indikatornya antara lain, konsumsi listrik, pengelolaan sampah, penggunaan bahan bakar, emisi karbon dan perilaku hidup sehat.
Salah satu poin penting termasuk di dalamnya kurangnya pemahaman dalam membeli produk, yaitu masih cenderung memutuskan membeli produk hanya berdasarkan harga murah dan banyak, tanpa memikirkan aspek lainnya, terutama efek pemakaian produk terhadap lingkungan.
Menurut Maria Dewantini selaku pembicara di acara ini yang juga Head Corporation PT Unilever, sebagai konsumen kita punya andil besar sebagai perusak lingkungan tetapi sesungguhnya di sisi lain bisa berperan banyak dalam melestarikan lingkungan untuk bumi tercinta.
Caranya bagaimana?
Yaitu dengan menjadi konsumen yang kritis, tanggap, cerdas dan bijak dalam membeli produk, dengan mau tahu alias kepo terhadap produk yang digunakan bahkan sejak sebelum diproduksi.Untuk itu ada lima hal penting yang harus ditanyakan sebelum membeli produk, sehingga kita benar-benar yakin bahwa produk yang kita beli adalah produk yang baik di antaranya:
1. Apakah fungsinya sesuai dengan yang kita butuhkan?
Kesampingkan keinginan saat membeli sesuatu, pastikan barang yang di beli memang sedang di butuhkan, alih-alih lapar mata, jangan sampai barang yang di beli berakhir menjadi sampah yang tidak terpakai, berat banget memang menahan godaan melihat harga diskon, kadang jadi kalap belanja, begitu sampai rumah baru sadar ternyata tidak butuh barang tersebut atau malah sudah punya, yaa begitulahh...!?
2. Bahan dan asalnya dari mana?
Contohnya pemakaian sabun mandi, saya baru tahu nihh?! Kalau sabun mandi yang saya pakai menggunakan minyak sawit dalam prosesnya produksinya, maka dapat dipastikan proses produksi sabun ini menghasilkan jejak karbon, nah!? sebagai konsumen kita harus cari tahu apakah sawit sebagai sumber bahan bakunya diperoleh dari perkebunan yang melestarikan lingkungan, tidak merusak hutan dan bukan dari kebun sawit hasil pembakaran hutan.
3. Proses produksinya bagaimana?
Konsumen harus tahu proses produksi produk yang dibeli sudah kah sesuai standar? Kesehatannya, kebersihannya, ramah lingkungankah, bagaimana pengolahan limbahnya?
apakah produsennya memperlakukan para pekerjanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku?
Jangan sampai kita membeli produk yang ternyata misalnya para pekerja yang memproduksinya diperlakukan layaknya budak, seperti kasus pabrik wajan di Tangerang beberapa tahun lalu, jadi berasa sedih kan pakai produknya, untungnya saya ngga pernah beli wajan itu.
4. Apakah produk dan produsennya berkontribusi terhadap lingkungan?
Pilih produk yang produk dan produsennya sudah diketahui berkontribusi terhadap lingkungan, yang tidak hanya menjual tapi juga berkomitmen mengedukasi konsumennya untuk peduli lingkungan.
Contohnya PT Unilever, yang berkomitmen untuk menjaga lingkungan melalui berbagai kampanye seperti Hygiene Movement Domestos untuk kebersihan sanitasi lingkungan atau kampanye Bright Future #BeliYangBaik untuk lingkungan lestari ini, yang awalnya adalah bagian dari Sunlight Project.
PT Unilever bukan hanya sekadar produsen tapi juga mengedukasi konsumennya, untuk turut serta berkontribusi menjaga lingkungan.
Semua proses produksi dan bahan baku yang digunakan ramah lingkungan dan berasal dari sumber-sumber yang tidak merusak lingkungan.
Produk-produknya juga berkontribusi besar terhadap kelestarian lingkungan misalnya Molto sekali bilas, yang hemat air, mengurangi pemakaian air bersih yang kondisinya saat ini makin berkurang dari hari ke hari.
Teh Lipton yang kantong tehnya berasal hutan yang bersertifikasi Forest Alliance (Lembaga non profit yang berdedikasi melindungi hutan tropis) Tehnya dari perkebunan rakyat, dan membantu para petani teh dengan memberikan upah yang layak.
Atau produk Unilever lainnya seperti Kecap Bango yang melestarikan pembibitan kedelai hitam Malika dengan menggandeng petani dan memberdayakan kehidupan mereka menjadi lebih baik.
5. Apakah kemasannya bisa didaur ulang?
Sudah tau dongg yaa?! kalau produk yang kita pakai menghasilkan sampah, untuk mengurangi produksi sampahnya, belilah produk yang kemasannya bisa didaur ulang, dan bisa terurai dengan cepat, contohnya kemasan produk Unilever semuanya bisa di daur ulang.
Jujur! sebagai konsumen bagi saya pribadi kok terasa sedikit ribet yaa... melakukan ini semua, semua poin tertera di atas baru saya tahu loh! kasihan ya! Maklum kadar kekepoan saya memang masih di bawah standar, atau kata lebih tepatnya sebenarnya adalah malas.
Tetapi saya sadar, mulai saat ini mau dan harus berusaha melakukan lima langkah ini, karena apa?
Kampanye bright future #beli yang baik ini juga didukung oleh WWF
Sudah sering dengar singkatan WWF?
WWF (World Wild Fund) adalah sebuah organisasi internasional yang berkomitmen besar terhadap kelestarian lingkungan dan hewan-hewan langka, organisasi sebesar WWF saja mau ikut berpartisipasi dalam kampanye #BeliYangBaik ini.
WWF (World Wild Fund) adalah sebuah organisasi internasional yang berkomitmen besar terhadap kelestarian lingkungan dan hewan-hewan langka, organisasi sebesar WWF saja mau ikut berpartisipasi dalam kampanye #BeliYangBaik ini.
Menurut Dewi Satriani, Mobilisation Manager WWF, pembicara kedua di acara ini, WWF bersedia mendukung kampanye #BeliYangBaik karena sesungguhnya semua produk yang kita pakai dan konsumsi, dampaknya akan sampai ke hutan-hutan yang merupakan tempat tinggal penghuni hutan, di antaranya ada hewan yang keberadaanya di lindungi dan terancam punah.
Dengan #BeliYangBaik secara tidak langsung kita akan membantu menyelamatkan keberadaan hewan-hewan ini.
Yaa...!? Seperti contoh minyak sawit di dalam sabun mandi tadi, misalnya karena enggan mencari tahu, sabun mandi yang sudah dibeli ternyata usut punya usut, di produksi oleh produsen dengan kebun sawit hasil pembakaran hutan, di mana banyak binatang yang akhirnya mati sia-sia dalam sabun mandi yang dibeli, kemudian dipakai.... Ya Tuhan..! Saya jadi seremm membayangkannya!
Pemahaman seperti ini bisa jadi di rasa merepotkan. Untuk apa sebagai konsumen kepo sampai segitunya? Buang-buang waktu, nggak ada kerjaan! Menelusuri produk yang dipakai sampai ke hutan-hutan.
Tapi jangan salah! Semua ini harus dilakukan bukan semata untuk kebaikan dan kelestarian lingkungan saat ini saja, tapi juga untuk anak cucu kita kelak, hmmm...kalau sudah berurusan dengan masa depan anak-anak, kira-kira hal apa yang tidak mungkin kita lakukan?
Apapun akan dilakukan oleh orang tua jika itu akan berdampak baik bagi kehidupan anak-anaknya.
Hal ini jugalah yang disampaikan Nola selaku pembicara ketiga di acara ini, masa depan anak-anak kita seharusnya menjadi motivasi untuk kita berbuat lebih baik terhadap lingkungan, karena bumi ini adalah titipan dari mereka, bukan warisan dari nenek moyang.
Kesadaran diri sendiri sebagai konsumen harus digelorakan, disuarakan dengan lantang hingga gaungnya bergema kemana-mana jangan lagi kita menjadi konsumen yang asal beli, karena kepentingan anak-anak di masa depan jauh lebih penting.
Konsumen harus cerdas dan mau melakukan pengorbanan, bersedia mencari informasi produk yang dibelinya, selain juga memberikan contoh tauladan yang benar kepada anak-anak untuk cinta lingkungan.
Aspek lingkungan sebagai pertimbangan membeli, juga harus barengi dengan tindakan nyata, untuk itu hal-hal yang bisa dilakukan antara lain
1. Membeli dalam kemasan besar, kurangi membeli kemasan kecil atau sachet
Kalau merasa mampu, beli produk dalam ukuran besar lebih baik, apalagi jika anggota keluarg terbilang cukup banyak. Karena ini akan menghasilkan sampah lebih sedikit, di samping itu sebenarnya dengan membeli kemasan besar kita bisa mendapatkan harga yang lebih murah.
Kalau yang ini saya sudah terapkan sejak dulu, memang benar kalau dihitung-hitung harga yang kita bayarkan jadi lebih murah, pemakaiannya pun bisa diatur dan dihemat
2. Gunakan produk isi ulang atau refill lebih baik
Beli produk dalam kemasan refill atau yang bisa diisi ulang lebih baik karena mengurangi produksi sampah
3. Beli produk dalam kemasan yang bisa digunakan berkali-kali
Misalnya beli makanan dan minuman yang kemasannya bisa dipakai lagi, seperti kemasan dalam bentuk kaca atau stainless steele.
4. Daur ulang sampah kemasan, untuk keperluan lain
Misalnya jadikan penggunaan plastik bekas kemasan sebagai tempat semai bibit tanaman, botol-botol bekas bisa dibuat menjadi pot tanaman, plastik kemasan diolah sedemikian rupa menjadi kerajinan tangan atau handycraft yang bisa untuk souvenir atau hiasan rumah.
5. Menggunakan tas belanja sendiri yang terbuat bahan ramah lingkungan
Alhamdulillah yang satu ini sudah digalakkan oleh pemerintah, yaitu mengurangi penggunaan kantong plastik saat berbelanja dengan aturan kantong plastik berbayar.
Pembicaraan serius tapi santai yang dimoderatori oleh Gary Putuanda ini meyadarkan saya sebagai konsumen. Mulai hari ini saya harus rajin, melawan rasa malas untuk mau #BeliYangBaik.
Kesadaran satu atau dua konsumen saja tidak cukup, untuk menjadi sebuah kekuatan seperti contoh konsumen transportasi online di atas, diperlukan lebih banyak lagi suara dari mereka yang juga mau peduli dan berkomitmen menjaga lingkungan dengan #BeliYangBaik secara konsisten dan berkelanjutan demi perubahan lingkungan yang lebih baik, semakin banyak yang menyadari ini, maka jalan menuju lingkungan lestari untuk anak cucu kita bukan sesuatu yang mustahil.
Untuk menjembatani keinginan konsumen yang peduli lingkungan dan berkomitmen #BeliYangBaik Unilever mengadakan beberapa kegiatan di antaranya;
-Tulis inspirasi di facebook fanpage Unilever di https://www.facebook.com/unileverid/
Tulis tips dalam kolom komen tips dan kiat bagaimana melestarikan lingkungan versi masing-masing. Inspirasi terbaik akan mendapatkan voucher belanja Hypermart Rp100.000.
- Datang ke Hypermart dan ikuti kompetisi #BeliYangBaik, setiap pembelian produk Lipton, Bango, Lifebuoy, Pepsodent, Domestos, Dove, Molto, Rinso, dan Pure It varian tertentu di Hypermart mulai 22 April sampai 17 Mei, otomatis telah mendonasikan Rp1000 untuk program NEWtrees, yaitu penanaman 10.000 pohon di Jakarta, Jogjakarta, Tulung Agung bersama WWF.
- Kunjungi booth Unilever di;
- Hypermart Royal Surabaya bersama Ersa Mayori tanggal 30 April
- Hypermart Mal Panakukkang Makassar bersama Novita Angie tanggal 30 April
- Hypermart Balikpapan bersama Meisya Siregar tanggal 7 Mei
- Hypernart Palembang Square bersama Mona Ratu Liu tanggal 7 Mei
- Hypermart Puri Indah Jakarta bersama Ersa Mayori tanggal 14 Mei
Dan tulis inspirasi peduli lingkungan di booth, inspirasi terbaik akan mendapatkan voucher belanja senilai Rp200.000 untuk langsung digunakan di kompetisi belanja di tanggal dan lokasi di atas, seorang pemenang dari setiap kompetisi belanja di tiap kota akan mendapat hadiah utama voucher belanja Hypermart senilai Rp1.000.000.
Bersama kita gemakan dengan suara yang lantang semangat #BeliYangBaik menyatukan kekuatan konsumen cerdas dan bijak agar lingkungan lestari demi masa depan anak cucu yang lebih baik.
Wah kok aku jadi tertarik ya, kebetulan aku punya hi card kartu hypermart
BalasHapusNaah yok mba di kesempatan nihh!?
HapusYah yg SBY udah lewat.. aku bru tau kalau minyak sawit jg komposisi kontra dalam sabun..
BalasHapusToss ya mba..
Hapusnice sharing mba. isu-isu semacam ini sudah sangat well known di luar negeri, konsumen sangat krtitis tdk hanya soal harga dan kualitas produk tp proses behind the product made.
BalasHapusisu-isu ini juga sangat perlu disosialisasikan dan diedukasi ke masyarakat kita supaya lebih kritis dan memilah produsen yg ramah lingkungan dan peduli pekerjanya.
Konsumen harus kepo ya mba...
HapusUlasannya sangat menarik. Senang sekali dapat berkunjung ke laman web yang satu ini. Ayo kita upgrade ilmu internet marketing, SEO dan berbagai macam optimasi sosial media pelejit omset. Langsung saja kunjungi laman web kami sboplaza.com ya. Ada kelas online nya juga lho. Terimakasih ^_^
BalasHapus