8 Penerima Anugerah TKI Inspiratif Tempo, Para Pengubah Nasib yang Berjuang dan Berhasil
Kisah yang berbeda datang dari delapan orang TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang pada tanggal 15 Mei lalu mendapat penghargaan dari Majalah Tempo, sebagai TKI Inspiratif Tempo. Saya hadir di acara ini bersama teman-teman blogger dan media untuk menyaksikan pemberian penghargaan TKI Inspiratif Tempo di Hotel Millenium Jakarta. Kedelapan penerima anugerah TKI Inspiratif Tempo ini juga selain bisa mengubah nasib, juga mampu menggerakkan orang-orang di sekitar mereka untuk sama-sama berubah nasib, bukan hanya berubah secara finansial, tapi juga secara pola pikir.
Tidak banyak kita membaca berita positif yang berhubungan dengan TKI (Tenaga Kerja Indonesia) seringkali hal yang pahit-pahit dan menyedihkan yang menjadi headline. Dari penyiksaan, penipuan, pelarian, perkosaan, sampai TKI yang terjerat masalah hukum di pengadilan dan bersiap menghadapi hukuman gantung, sebagai sesama anak bangsa Indonesia, setiap kali membaca atau mendengar berita seperti itu miris sekali hati saya
Namun kisah yang berbeda datang dari delapan orang TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang pada tanggal 15 Mei lalu mendapat penghargaan dari Majalah Tempo, sebagai TKI Inspiratif Tempo. Saya hadir di acara ini bersama teman-teman blogger dan media untuk menyaksikan pemberian penghargaan TKI Inspiratif Tempo di Hotel Millenium Jakarta.
Kedelapan orang ini adalah para pekerja Indonesia di beberapa negara dan berbagai profesi. Acara penganugerahan ini dihadiri oleh menteri tenaga kerja bapak Hanif Dakhiri, bapak Maruli Apol Hasoloan Dirjen BNP2TKI, Bapak Dede Yusuf Ketua komisi IX DPR RI, ibu Anis Hidayah dari Migrant Care dan bapak Arif Zulkifli selaku pemimpi redaksi Majalah Tempo.
Kesuksesan para TKI yang mendapat anugerah 8 TKI Inspratif Tempo, memang layak diangkat, karena para TKI ini luar biasa, beberapa dari mereka adalah para survivor yang sukses keluar dari masalah selama bekerja. Diharapkan dengan penghargaan ini akan semakin banyak TKI yang terisnpirasi, khususnya mereka yang sedang menghadapi permasalahan.
Carut marut permasalahan TKI hingga saat ini menjadi satu masalah yang selalu menghantui pemerintah, dari tahun ke tahun sepertinya belum ada pemecahan masalah yang real di lapangan, buktinya selalu saja ada masalah yang muncul, saat ini saja ada kurang lebih 12000 orang TKI yang bermasalah dan membutuhkan bantuan.
Menurut Bapak Maruli, persoalan TKI bermula dari tata kelola yang buruk dan sudah mengakar karena telah berlangsung puluhan tahun, dimulai dari proses perekrutan, pelatihan hingga penempatan yang tidak sesuai peraturan dan prosedur, belum lagi ternyata peraturan yang ada selama ini, khususnya peraturan di daerah-daerah, pada prakteknya banyak yang tidak memudahkan dan menyulitkan ruang gerak TKI, inilah yang menjadi celah, hingga kemudian TKI tersangkut masalah, karena mereka memilih jalur "belakang" agar bisa bekerja di luar negeri, padahal secara administrasi, skill, dan attitude, belum memenuhi syarat.
Mindset masyarakat yang menganggap jika bekerja di luar negeri pasti akan bisa mengubah hidup, nasib dan peruntungan juga menjadi salah satu yang harus digeser, dan di sinilah bagian besar tanggung jawab pemerintah. Bagaimana caranya pemerintah bisa memberikan lapangan kerja seluas-luasnya dengan penghasilan yang mencukupi, agar masyarakat tidak harus berpikir keluar negeri untuk bekerja dan mengubah nasib.
Para penerima anugerah TKI Inspiratif Tempo diharapkan menginspirasi, tidak hanya untuk TKI saja, tetapi juga masyarakat luas, karena sebagian dari penerima anugerah ini, tidak semuanya masih menjadi TKI aktif, beberapa dari mereka adalah mantan TKI yang nasibnya justru berubah setelah kembali ke Indonesia, mereka menjadikan pekerjaan sebagai TKI sebagai modal, bukan sebagai tujuan semata-mata ingin mengubah nasib.
Kedelapan penerima anugerah TKI Inspiratif Tempo ini juga selain bisa mengubah nasibnya, juga mampu menggerakkan orang-orang di sekitar mereka untuk sama-sama berubah, bukan hanya berubah secara finansial, tapi juga secara pola pikir.
Beberapa penerima anugerah TKI Inspiratif Tempo yang hadir di acara, sepeti ibu Badriyah, Ibu Baiq Nurhasanah, mba Heni Sri Sundani, dan bapak Yusup Nuryana, berbagi cerita tentang perjuangan, cerita kesuksesan dan harapan mereka selanjutnya baik kepada pemerintah dan kepada para teman seperjuangan.
TKI harus bangga dan bekerja sebaik mungkin, karena mereka juga membawa nama Indonesia, masyarakat juga diharapkan mengapresiasi TKI bukan sebagai pekerja biasa, seyogianya julukan Pahlawan Devisa, bukan hanya slogan semata, karena masih banyak yang memandang sebelah mata profesi TKI.
Bagi TKI keberadaan pemerintah mutlak diperlukan untuk mengurus mereka, para TKI menginginkan perwakilan negara ada, mudah diakses dan siap mensupport mereka, terlebih jika tersangkut masalah, pemerintah Indonesia diharapkan mempunyai posisi tawar yang lebih baik, seperti contohnya negara Filipina yang para pekerjanya sangat didukung pemerintahnya.
Lalu lebih lengkapnya siapa sajakah para penerima anugerah TKI Inspiratif Tempo ini
1. Siti Badriyah, berasal dari Grobogan, Jawa Tengah, beliau adalah salah satu ibu yang bercerita langsung di acara ini, beliau mempunyai pengalaman buruk saat bekerja di Malaysia pada 2002, beliau tertipu, karena pekerjaan yang dilakukan tidak sesuai kontrak, yaitu harus bekerja di dua tempat sekaligus, di rumah dan tempat usaha majikan.
2. Dwi Tantri Sakhina, berasal dari Surabaya, bekerja di Taiwan, selain bekerja sebagai perawat orang jompo, ia juga aktif memberikan advokasi kepada ribuan TKI yang tersangkut masalah di Taiwan.
3. Baiq Nurhasanah, mantan TKI Arab Saudi yang saat ini di percaya masyarakat Lombok Timur, menjadi anggota DPRD Lombok Timu, Nusa Tenggara Barat, Sepulang merantau dari Arab Saudi, beliau menjadi kader kesehatan desa menolong para keluarga TKI sambil bertani, serta membantu mengelola uang kiriman TKI, agar tidak habis sia-sia, dan hingga saat ini hal tersebut masih dijalaninya.
4. Budi Firmansyah, mantan anak buah kapal, bekerja di Okinawa, Jepang, menjadi pembela ribuan TKI di Okinawa. Beliau proaktif dan menjalin kedekatan yang baik dengan aparat polisi di Okinawa, hal ini memungkinkan komunikasi yang lebih baik dalam memberikan perlindungan, pria 36 tahun ini saat ini menjadi manajer salah satu penyalur tenaga kerja di Okinawa
5. Sutriyana dari Kulon Progo, DI Yogyakarta, bekerja di Malaysia selama enam tahun, lalu pulang ke desanya dan membuka usaha pengolahan gula semut, saat ini mampu mempekerjakan 30 orang, dan 80 persen produknya diekspor
6. Siti Mariam Ghozali, yang kemudian mengganti namanya menjadi Maria Bo Niok, mantan TKI di Hong Kong dan Taiwan asal Wonosobo, Jawa Tengah, beliau rajin menulis cerita pendek dan Saat menjadi TKI, dia aktif mengikuti kursus bahasa Inggris dan Mandarin. Selain menerbitkan banyak novel, di kampungnya ia mendirikan perpustakaan Istana Rumbia, yang dibuka secara gratis. Siti juga menjadi pengusaha makanan tiwul instan secara online. Pasarnya hingga luar negeri.
7. Heni Sri Sundani, mantan TKI di Hong Kong asal Bogor, Jawa Barat. Lahir dari keluarga miskin, setelah lulus sekolah ia bekerja di Hongkong. Heni bermimpi menjadi guru untuk anak-anak senasib. kemudian sambil bekerja Heni memutuskan untuk kuliah, Gelar sarjananya ia peroleh dari Universitas Terbuka, Mba Heni mengalami banyak pengalaman pahit selama bekerja, bahkan hingga hari ini dia di tolak untuk masuk ke Hongkong, karena permasalahan administrasi, akibat dari nama dan identitasnya yang di palsukan.
Pada acara ini mba Heni bercerita, betapa menyedihkan nasib TKI yang terkena masalah identitas, beruntung dirinya pulang dalam keadaan hidup, bagaimana jika sebaliknya? Kemanakah jasadnya harus di bawa pulang, akibat kekaburan identitas seperti ini.
Pada tahun 2012, Heni mendirikan Gerakan Anak Petani Cerdas, awalnya ia mengajari 15 anak petani di Kampung Sasak, namun kemudian komunitas ini berkembang dan menyebar ke kampung-kampung sekitar. Sekarang, anak didik Heni tersebar di lima kabupaten di Jawa Barat.
8. Yusup Nuryana, mantan TKI di Brunei Darussalam asal Desa Hegarmanah, Bayongbong, Garut, Jawa Barat. Kecelakaan kerja di Brunei memaksa dia pulang. Ratusan juta uang asuransi dari Brunei tak kunjung cair, karena ternyata perusahaan tempat ia bekerja selama ini tidak membayarkan premi asuransi, padahal setiap menerima gaji selalu ada potongan biaya asuransi. Sepulang dari Brunei, pak Yusup mengikuti pelatihan dan pembinaan kewirausahaan, dan sekarang pak Yusup bertransformasi menjadi seorang pengusaha kerajinan akar wangi di daerah asalnya.
Seperti harapan bapak Hanif Dakhiri, menteri tenaga kerja yang memberikan piala anugerah TKI Inspiratif Tempo, semoga kedepannya akan lebih banyak lagi berita-berita positif yang datang dari TKI, dan kisah perjuangan mereka yang gigih, berjuang mengubah nasib, akan memberi pengaruh positif, tidak hanya untuk TKI tapi juga masyarakat pada umumnya.
Dengan pemberian penghargaan ini diharapkan juga pemerintah mampu menyelesaikan permasalahan TKI dari hulu ke hilir, serta menguatkan peran TKI bukan semata sebagai pekerja dan objek penghasil devisa, tapi sebagai migrant economy resources, seperti yang telah di jalani negara Filipina dalam mengelola para pekerjany yang lebih terstruktur disertai pengawasan dan penegakkan aturan dan hukum yang tegas, sehingga para pekerjanya dihargai di luar negeri, dan bermartabat di dalam negeri.
Write a comment
Posting Komentar