Era Digital, inilah era di mana saat ini kita hidup. Sebuah masa yang ditandai dengan digitalisasi, otomatisasi yang disertai perkembangan dan kemajuan dalam dunia robot, serba mesin, juga Artificial Intellegent atau kecerdasan buatan.
Era Digital telah mengubah perilaku dan hubungan, bukan hanya antara manusia dengan mesin, namun juga manusia dengan alam, bahkan manusia dengan manusia lainnya. Juga mengubah cara kerja dan berpikir manusia bahkan pada tingkat yang belum pernah terbayang akan terjadi sebelumnya.
Mempengaruhi berbagai aspek kehidupan kita, dari bangun tidur hingga mau tidur lagi. Era Digital membuat segala sesuatu menjadi lebih mudah. Menyelesaikan pekerjaan lebih cepat, praktis, efektif, dan efisien.
Tak terkecuali buat perempuan. Termasuk saya, teman-teman perempuan, ibu-ibu, emak-emak, gadis, dan anak-anak perempuan di manapun berada.
Adalah fakta jika akses dan peluang laki-laki lebih besar di bidang teknologi. Pengaruh perempuan di era digital lebih sering berada pada posisi tertinggal, di belakang.
Dalam beberapa hal, perempuan juga masih sering dijadikan hanya sebagai alat, pemanis, pelengkap bagi citra produk-produk digital. Bukan sebagai praktisi dan pegiat dunia digital, yang mungkin ada tapi jumlahnya tidak banyak.
Padahal, secara keseluruhan sebenarnya transformasi era digital memposisikan perempuan dan laki-laki dalam cara yang hampir sama, tetapi konsekuensinya sering tidak selalu sama untuk perempuan dan laki-laki.
Isu tentang kesetaraan gender memang seperti sebuah lingkaran yang belum berada pada bentuk sempurnanya yaa.
Selalu menjadi topik menarik untuk dibahas, apalagi memasuki bulan Desember seperti saat ini, akan ada peringatan Hari Ibu setiap tanggal 22 Desember.
Hari istimewa yang didedikasikan untuk perempuan, terutama Ibu Indonesia. Hari yang menjadi sebuah apresiasi terhadap peran seorang ibu dalam keluarganya, baik untuk suami, anak-anak, maupun lingkungan sosialnya.
Tanggal yang menjadi tonggak semangat perempuan Indonesia, karena peringatan hari Ibu di negara kita juga adalah sebuah perayaan kesuksesan perempuan di masa lalu, yang mampu bergerak dan bersatu meningkatkan kesadaran, peran dan hak yang sama dalam perjuangan, berbangsa dan bernegara pada sebuah kongres perempuan pertama di Yogyakarta pada tahun 1928.
Memasuki tahun ke 91 peringatannya, peringatan hari ibu di era digital juga memberi tantangan tersendiri untuk perempuan, seperti:
Sejauh mana era digital berpengaruh pada perempuan?
Bagaimana perempuan memanfaatkan kesempatan dan peluang yang tepat dengan teknologi digital?
Dan, kebijakan apa yang diperlukan untuk memastikan bahwa perubahan teknologi mampu mendukung akses, dan keterbukaan untuk mempersempit kesenjangan gender?
Nah, tanggal 3 Desember lalu saya menghadiri sebuah acara yang digelar oleh platform media online viva.co.id dalam acara #VivaTalk "Perempuan Berdaya Indonesia Maju" yang bertema "Perempuan di Era Digital"
Acara ini berlangsung di Hotel Millenium Jakarta, dan berlangsung ramai dengan kehadiran teman-teman sesama blogger, dari beragam niche, bukan hanya perempuan tetapi juga laki-laki.
Menurut informasi awal, acara ini sedianya akan dihadiri oleh Ibu Gusti Ayu Bintang Darmawati, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI selaku pembicara. Namun, karena beberapa hal, beliau batal hadir, lalu diwakilkan oleh Bapak Indra Gunawan selaku Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA)
Selain itu hadir beberapa pembicara lain dalam acara ini, di antaranya,
Tema ini juga sejalan dengan tema besar peringatan Hari Ibu yang diusung Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) tahun ini, yaitu "Perempuan Berdaya Indonesia Maju"
Tema ini didasari semangat persiapan menuju Indonesia Maju, dan menyambut bonus demografi di tahun 2045
Menurut Bapak Indra Gunawan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), menjadikan persoalan pemberdayaan perempuan adalah prioritas utama.
Bagaimana memaksimalkan peran kementerian untuk membuat dan menjalankan regulasi serta program-program yang dapat mengakhiri hal-hal yang berkaitan dengan kekerasan terhadap perempuan, diskriminasi, memutus rantai perdagangan perempuan, serta menipiskan kesenjangan ekonomi, dalam hal ini perempuan sebagai pelaku usaha.
Mewujudkan Indonesia Maju di masa depan tentu memerlukan berbagai strategi serta keterlibatan berbagai unsur masyarakat. Dan kaum perempuan tidak bisa dilepaskan dalam hal ini. Karena disitu ada Ibu sebagai fondasi, juga pilar utama dalam pembentukkan generasi Indonesia Maju di masa mendatang.
Karena ketika mampu menghasilkan uang sendiripun banyak perempuan justru menjadi tidak berdaya, karena tertekan dan kelelahan oleh peran ganda dalam rumah tangga dan pekerjaannya.
Pada hakekatnya menjadi berdaya bersifat sangat luas dan menyeluruh. Perempuan Berdaya adalah perempuan yang mampu memanfaatkan dan memaksimalkan semua potensi dan kekuatan pada dirinya.
Perempuan berdaya adalah perempuan yang mampu mengatur hidupnya, memahami dan bertanggung jawab pada perannya, serta dapat menjadi aspirasi untuk anak-anak, keluarga ataupun lingkungannya.
Ibu Dr. Sri Danti Anwar mengungkapkan, perempuan sangat mungkin menjadi berdaya. Dapat berkarir, mandiri, dan berkontribusi dalam berbagai bidang. Karena pada dasarnya perempuan bisa melakukan apa yang laki-laki lakukan.
Perbedaan laki-laki dan perempuan dalam konteks menjadi berdaya sebenarnya terjadi karena dua hal saja, yaitu:
Perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama, kebijakan pemerintah telah mengatur, mengakomodir akses dan kesempatan yang sama bagi perempuan untuk memperoleh sumber daya, baik terhadap ekonomi, pendidikan, politik, sosial, budaya, dan lain-lainnya.
Namun realitanya seringkali tidak demikian. Meski sudah banyak contoh perempuan yang sukses berkarya, berkarir, dan eksis di berbagai bidang, jumlahnya masih belum sebanding dengan jumlah perempuan yang ada.
Hal seperti ini salah satunya bisa kita lihat pada sisi keterwakilan perempuan di MPR/DPR, jumlahnya masih kurang dari 20% padahal prmilih perempuan cukup dominan pemilu.
Realita memang tak dapat disangkal, nyatanya masih ada saja perempuan yang terbelenggu konstruksi gender.
Rumah tangga adalah titik awal pemberdayaan perempuan. Konstruksi gender dalam rumah tangga yang masih sangat tradisional, selayaknya tidak lagi dipertahankan. Misalnya terkait pekerjaan domestik, bukan lagi mutlak hanya tanggung jawab ibu. Tidak ada yang salah jika laki-laki mengepel, mencuci, menjemur pakaian atau memasak.
Pun dalam soal pengasuhan anak, ini bukan tugas perempuan saja. Laki-laki harus mau untuk berpikir terbuka, membuka diri tentang konsep anak bersama, maka sudah sepatutnya jika anak-anak diasuh bersama. Jadi bukan hal aneh jika ayah mengganti popok, memandikan, atau membacakan dongeng sebelum tidur untuk anaknya.
Laki-laki sebenarnya juga akan merasakan manfaat ketika perempuan berdaya. Paling tidak beban, terutama beban ekonomi dipundaknya bisa sedikit lebih ringan, laki-laki dapat memiliki kualitas hidup yang lebih baik, karena waktunya tidak habis hanya untuk bekerja.
Namun demikian ada catatan yang juga harus disadari kaum perempuan, ketika pasangan mau berbagai peran dalam rumah tangga, atau jika sebagai pekerja tenyata memiliki penghasilan lebih tinggi dari suaminya, bukan berarti bisa semau-maunya, dan menjadi superior dalam rumah tangga. Kembalikan lagi semua urusan kepada komitmen dan komunikasi bersama.
Kesetaraan gender bukan berarti menjadikan laki-laki dan perempuan harus sama, tetapi lebih kepada tanggung jawab untuk memperlakukan setiap orang dengan hormat dan secara adil tanpa memandang jenis kelamin.
Kita harus memberi setiap orang kesempatan yang adil dengan segala sesuatu karena baik pria maupun wanita tidak pantas diperlakukan dengan cara yang salah terkait gender mereka.
Berjualan online, menjadi content creator, blogger, vlogger, admin sosial media corporate beberapa diantaranya.
Selain itu saat ini banyak juga platform media online yang mewadahi kegiatan perempuan untuk berdaya, Viva.co.id salah satunya. Bapak Henky Hendranantha, Chief Operating Officer (COO) VIVA Networks dalam acara ini juga menginfokan kalau saat ini Viva.co.id memiliki kanal khusus untuk perempuan yang bisa di manfaatkan untuk sebesar-besarnya pemberdayaan perempuan.
Alhamdulillah saya menjadi seorang perempuan yang sedikit banyak telah mampu memanfaatkan kesempatan di era digital ini.
Namun, dalam lubuk hati saya sebenarnya masih punya keinginan untuk meningkatkan manfaat dunia digital ke level yang lebih tinggi.
Saya memendam harapan, ingin deh suatu saat memiliki start up atau perusahaan rintisan sendiri berbasis digital. Perusahaan yang tentunya tidak jauh-jauh bergerak di dunia perempuan dan ibu-ibu.
Nah, pas banget keinginan saya ini dengan hadirnya Diajeng Lestari, founder dari hijup.com. yang memberikan inspirasi menjalankan bisnis di era digital.
Ibu-ibu dan perempuan stylish pasti tidak asing mendengar kata hijup.com. Ini adalah sebuah startup yang menaungi penjualan bagi kurang lebih 200 rumah mode desainer lokal dan mancanegara yang mengedepankan desain-desain pakaian modest atau sopan yang juga identik untuk pakaian muslimah.
Memulai usaha dari ruangan kamar tidak lebih luas dari 3 meter dan dua orang karyawan, Mbak Diajeng memulai usahanya sepuluh tahun lalu. Saat itu semua masih dikerjakan sendiri, dan beliau selalin sebagai CEO juga merangkap sebagai karyawan.
Menurut Diajeng Lestari era digital memberikan iklim yang pas bagi perempuan memulai usaha, karena bisa dilkuakan kapan saja, tanpa perlu modal banyak, dan dapat dilakukan dirumah. Nah, soal ini jawaban banget buat ibu-ibu yang galau ingin punya penghasilan tetapi nggak mau meninggalkan anak-anak.
Yang harus ditingkatkan dalam bisnis di era digital menurut Diajeng adalah bagaimana kita terus belajar, gesit, peka dan selalu mengasah sisi kreatif dalam diri, mencari ide-ide segar dan baru, karena itulah kunci sukses usaha di era digital, yang tetap sustain dan berkembang.
Selain itu, tips penting dari Diajeng untuk perempuan yang ingin mulai usaha, yang pertama adalah..
Banyak negara mengambil peluang ini. Akhirnya kita menjadi penyumbang devisa bagi negara lain.
Padahal kesempatan dan peluang untuk perempuan berjaya di bisnis fashion masih sangat terbuka lebar, mengingat negara kita adalah negara dengan penduduk mayoritas muslim sehingga pangsa pasarnya masih menjanjikan.
Dalam berbisnis Diajeng Lestari juga memberikan tips sukses usahanya, yaitu dengan menjalankan prinsip-prinsip yang diajarkan nabi Muhammad yaitu:
SIDDIQ artinya adalah jujur, berkata benar mengenai barang-barang yang dijual.
AMANAH artinya adalah bisa dipercaya, menjalankan sebaik mungkin apa yang diamanatkan atau dipercayakan.
FATHANAH artinya adalah cerdas atau pandai dalam hal ini melihat peluang dan perubahan atau trend yang terjadi. dan
TABLIGH artinya adalah menyampaikan sesuai dengan aslinya.
Nah, buibu ada yang punya keinginan jadi pengusaha juga seperti Dijaeng Lestari. Ingat selalu tipsnya ya, selain itu biar barokah juga kan usahanya kalau mengikuti prinsip rasulullah.
Terkait perspektif Kesetaraan Gender. Diajeng Lestari juga sangat bersyukur karena sang suami sangat mendukung usahanya.
Ditambahkan oleh Mbak Diajeng Lestari. Seribu lima ratus tahun lalu jauh sebelum isu kesetaraan muncul, sudah ada Siti Khadijah yang telah mewujudkan sebuah kesetaraan, beliau bahkan melamar Nabi Muhammad untuk menjadi suaminya.
Menjadi perempuan pengusaha dan saudagar kaya raya yang dihormati dan disegani oleh kaum laki-laki pada masanya, Siti Khadijah adalah contoh kesetaraan yang patut dicontoh.
Bekerja, berkarya dan atau menjalankan usaha. Selama komunikasi terjaln baik antara suami isteri, insha Allah tidak akan terlalu terasa aral yang melintang.
Hmm, sangat mencerahkan sekali yaa.
Yuk atuhlah, sama-sama kita perempuan Indonesia menjadi seperti Khadijah di Era Digital yang sudah serba maju ini, kita wujudkan asa menjadi perempuan berdaya, untuk Indonesia Maju.
Era Digital telah mengubah perilaku dan hubungan, bukan hanya antara manusia dengan mesin, namun juga manusia dengan alam, bahkan manusia dengan manusia lainnya. Juga mengubah cara kerja dan berpikir manusia bahkan pada tingkat yang belum pernah terbayang akan terjadi sebelumnya.
Mempengaruhi berbagai aspek kehidupan kita, dari bangun tidur hingga mau tidur lagi. Era Digital membuat segala sesuatu menjadi lebih mudah. Menyelesaikan pekerjaan lebih cepat, praktis, efektif, dan efisien.
Menjadi perempuan di era Digital
Mampu beradaptasi dengan perubahan dunia yang berjalan sangat cepat, adalah tantangan bagi setiap kita yang hidup di era ini yaa!?Tak terkecuali buat perempuan. Termasuk saya, teman-teman perempuan, ibu-ibu, emak-emak, gadis, dan anak-anak perempuan di manapun berada.
Adalah fakta jika akses dan peluang laki-laki lebih besar di bidang teknologi. Pengaruh perempuan di era digital lebih sering berada pada posisi tertinggal, di belakang.
Dalam beberapa hal, perempuan juga masih sering dijadikan hanya sebagai alat, pemanis, pelengkap bagi citra produk-produk digital. Bukan sebagai praktisi dan pegiat dunia digital, yang mungkin ada tapi jumlahnya tidak banyak.
Padahal, secara keseluruhan sebenarnya transformasi era digital memposisikan perempuan dan laki-laki dalam cara yang hampir sama, tetapi konsekuensinya sering tidak selalu sama untuk perempuan dan laki-laki.
Isu tentang kesetaraan gender memang seperti sebuah lingkaran yang belum berada pada bentuk sempurnanya yaa.
Selalu menjadi topik menarik untuk dibahas, apalagi memasuki bulan Desember seperti saat ini, akan ada peringatan Hari Ibu setiap tanggal 22 Desember.
Hari istimewa yang didedikasikan untuk perempuan, terutama Ibu Indonesia. Hari yang menjadi sebuah apresiasi terhadap peran seorang ibu dalam keluarganya, baik untuk suami, anak-anak, maupun lingkungan sosialnya.
Tanggal yang menjadi tonggak semangat perempuan Indonesia, karena peringatan hari Ibu di negara kita juga adalah sebuah perayaan kesuksesan perempuan di masa lalu, yang mampu bergerak dan bersatu meningkatkan kesadaran, peran dan hak yang sama dalam perjuangan, berbangsa dan bernegara pada sebuah kongres perempuan pertama di Yogyakarta pada tahun 1928.
Memasuki tahun ke 91 peringatannya, peringatan hari ibu di era digital juga memberi tantangan tersendiri untuk perempuan, seperti:
Sejauh mana era digital berpengaruh pada perempuan?
Bagaimana perempuan memanfaatkan kesempatan dan peluang yang tepat dengan teknologi digital?
Dan, kebijakan apa yang diperlukan untuk memastikan bahwa perubahan teknologi mampu mendukung akses, dan keterbukaan untuk mempersempit kesenjangan gender?
Nah, tanggal 3 Desember lalu saya menghadiri sebuah acara yang digelar oleh platform media online viva.co.id dalam acara #VivaTalk "Perempuan Berdaya Indonesia Maju" yang bertema "Perempuan di Era Digital"
Acara ini berlangsung di Hotel Millenium Jakarta, dan berlangsung ramai dengan kehadiran teman-teman sesama blogger, dari beragam niche, bukan hanya perempuan tetapi juga laki-laki.
Menurut informasi awal, acara ini sedianya akan dihadiri oleh Ibu Gusti Ayu Bintang Darmawati, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI selaku pembicara. Namun, karena beberapa hal, beliau batal hadir, lalu diwakilkan oleh Bapak Indra Gunawan selaku Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA)
Selain itu hadir beberapa pembicara lain dalam acara ini, di antaranya,
- Bapak Henky Hendranantha, Chief Operating Officer (COO) VIVA Networks
- Bapak Eko Bambang Sudiantoro, founder Aliansi Laki-Laki Baru
- Ibu Dr. Sri Danti Anwar seorang pakar gender, dan
- Diajeng Lestari, founder dan CEO HIJUP.com
Tema ini juga sejalan dengan tema besar peringatan Hari Ibu yang diusung Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) tahun ini, yaitu "Perempuan Berdaya Indonesia Maju"
Tema ini didasari semangat persiapan menuju Indonesia Maju, dan menyambut bonus demografi di tahun 2045
Menurut Bapak Indra Gunawan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), menjadikan persoalan pemberdayaan perempuan adalah prioritas utama.
Bagaimana memaksimalkan peran kementerian untuk membuat dan menjalankan regulasi serta program-program yang dapat mengakhiri hal-hal yang berkaitan dengan kekerasan terhadap perempuan, diskriminasi, memutus rantai perdagangan perempuan, serta menipiskan kesenjangan ekonomi, dalam hal ini perempuan sebagai pelaku usaha.
Mewujudkan Indonesia Maju di masa depan tentu memerlukan berbagai strategi serta keterlibatan berbagai unsur masyarakat. Dan kaum perempuan tidak bisa dilepaskan dalam hal ini. Karena disitu ada Ibu sebagai fondasi, juga pilar utama dalam pembentukkan generasi Indonesia Maju di masa mendatang.
Menjadi Perempuan Berdaya di Era Digital
Istilah perempuan berdaya di Indonesia sering diartikan sebagai perempuan yang “mampu menghasilkan uang sendiri” Padahal makna berdaya bukan hanya itu.Karena ketika mampu menghasilkan uang sendiripun banyak perempuan justru menjadi tidak berdaya, karena tertekan dan kelelahan oleh peran ganda dalam rumah tangga dan pekerjaannya.
Pada hakekatnya menjadi berdaya bersifat sangat luas dan menyeluruh. Perempuan Berdaya adalah perempuan yang mampu memanfaatkan dan memaksimalkan semua potensi dan kekuatan pada dirinya.
Perempuan berdaya adalah perempuan yang mampu mengatur hidupnya, memahami dan bertanggung jawab pada perannya, serta dapat menjadi aspirasi untuk anak-anak, keluarga ataupun lingkungannya.
Ibu Dr. Sri Danti Anwar mengungkapkan, perempuan sangat mungkin menjadi berdaya. Dapat berkarir, mandiri, dan berkontribusi dalam berbagai bidang. Karena pada dasarnya perempuan bisa melakukan apa yang laki-laki lakukan.
Perbedaan laki-laki dan perempuan dalam konteks menjadi berdaya sebenarnya terjadi karena dua hal saja, yaitu:
- Kodrat, ini adalah sesuatu yang diberikan oleh Tuhan, mutlak tidak dapat diubah, bahwa sanya perempuan memiliki kodrat menstruasi, melahirkan, menyusui dan menopuse. Sementara laki-laki kodratnya membuahi.
- Konstruksi Gender, adalah sesuatu yang bisa ubah. Datang dari keyakinan, kultur, sosila dan budaya patriarki dimana peran-peran gender disematkan pada salah satu gender saja. Misalnya laki-laki yang bekerja mencari nafkah, perempuan memasak, mencuci, urus anak, dirumah saja, laki-laki diutamakan mendapat pendidikan tinggi perempuan tidak perlu, hanya laki-laki yang boleh menjadi pemimpin, perempuan tidak boleh, dan masih banyak lagi hal lainnya.
Perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama, kebijakan pemerintah telah mengatur, mengakomodir akses dan kesempatan yang sama bagi perempuan untuk memperoleh sumber daya, baik terhadap ekonomi, pendidikan, politik, sosial, budaya, dan lain-lainnya.
Namun realitanya seringkali tidak demikian. Meski sudah banyak contoh perempuan yang sukses berkarya, berkarir, dan eksis di berbagai bidang, jumlahnya masih belum sebanding dengan jumlah perempuan yang ada.
Hal seperti ini salah satunya bisa kita lihat pada sisi keterwakilan perempuan di MPR/DPR, jumlahnya masih kurang dari 20% padahal prmilih perempuan cukup dominan pemilu.
Realita memang tak dapat disangkal, nyatanya masih ada saja perempuan yang terbelenggu konstruksi gender.
Keterbukaan Laki-Laki Sebagai Fundamental Kemajuan Perempuan
Adalah hal yang tidak bisa dipungkiri jika perempuan bisa berdaya, berkarya, atau bekerja langkahnya tidak bisa lebat tanpa keberpihakkan kaum laki-laki.
Realita memang terasa menyakitkan, nyatanya masih ada saja perempuan yang terbelenggu konstruksi gender.
Oiya, soal ini saya punya pengalaman..
Suatu ketika saya membaca kotak pesan langsung dari seorang teman yang sangat penasaran dengan kegiatan saya sebagai blogger dan mempertanyakan peran suami yang mengizinkan saya pergi keluar rumah.
Kok boleh menghadiri event blogger atau pergi kesana kemari sendirian. Karena baginya ini sesuatu yang sangat mustahil terjadi dalam hidupnya, suaminya tidak pernah memberikan izin keluar rumah sendirian, apalagi pergi ke acara-acara bahkan hanya untuk bertemu temanpun tidak boleh.
Duh! Saya sangat prihatin mendengarnya, terbayang bagaimana kesehariannya. Disisi lain sekaligus saya juga bersyukur mempuyai suami yang sangat terbuka dan memberi ruang gerak serta keleluasaan untuk beraktivitas di luar rumah.
Menurut Bapak Eko Bambang Sudiantoro, founder Aliansi Laki-Laki Baru, terkait dengan konstruksi gender, secara umum memang sangat erat dalam kehidupan berumah tangga, dalam hal ini pasangan suami isteri.
"Sekalipun sudah digital dan semaju apapun perkembangan teknologi, apabila perspektif laki-laki dan perempuan tidak sama dan masih tradisional dalam rumah tangga, maka sangat sulit bagi perempuan untuk menjadi berdayaAliansi Laki-laki Baru ( ALB) adalah gerakan yang bertujuan untuk mengajak laki-laki untuk terlibat dalam mengupayakan terpenuhinya rasa keadilan yang sering tidak hadir untuk perempuan, karena konstruksi gender yang memberi banyak previlege pada laki-laki.
Rumah tangga adalah titik awal pemberdayaan perempuan. Konstruksi gender dalam rumah tangga yang masih sangat tradisional, selayaknya tidak lagi dipertahankan. Misalnya terkait pekerjaan domestik, bukan lagi mutlak hanya tanggung jawab ibu. Tidak ada yang salah jika laki-laki mengepel, mencuci, menjemur pakaian atau memasak.
Pun dalam soal pengasuhan anak, ini bukan tugas perempuan saja. Laki-laki harus mau untuk berpikir terbuka, membuka diri tentang konsep anak bersama, maka sudah sepatutnya jika anak-anak diasuh bersama. Jadi bukan hal aneh jika ayah mengganti popok, memandikan, atau membacakan dongeng sebelum tidur untuk anaknya.
Laki-laki sebenarnya juga akan merasakan manfaat ketika perempuan berdaya. Paling tidak beban, terutama beban ekonomi dipundaknya bisa sedikit lebih ringan, laki-laki dapat memiliki kualitas hidup yang lebih baik, karena waktunya tidak habis hanya untuk bekerja.
Namun demikian ada catatan yang juga harus disadari kaum perempuan, ketika pasangan mau berbagai peran dalam rumah tangga, atau jika sebagai pekerja tenyata memiliki penghasilan lebih tinggi dari suaminya, bukan berarti bisa semau-maunya, dan menjadi superior dalam rumah tangga. Kembalikan lagi semua urusan kepada komitmen dan komunikasi bersama.
Kesetaraan gender bukan berarti menjadikan laki-laki dan perempuan harus sama, tetapi lebih kepada tanggung jawab untuk memperlakukan setiap orang dengan hormat dan secara adil tanpa memandang jenis kelamin.
Kita harus memberi setiap orang kesempatan yang adil dengan segala sesuatu karena baik pria maupun wanita tidak pantas diperlakukan dengan cara yang salah terkait gender mereka.
Bagaimana perempuan memanfaatkan kesempatan dan peluang yang tepat dengan teknologi digital?
Era digital dapat menjadi peluang bagi perempuan dalam mengembangkan karier dan mencari tambahan pemasukkan. Banyak jenis pekerjaan baru yang dapat dilakoni perempuan di era digital.Berjualan online, menjadi content creator, blogger, vlogger, admin sosial media corporate beberapa diantaranya.
Selain itu saat ini banyak juga platform media online yang mewadahi kegiatan perempuan untuk berdaya, Viva.co.id salah satunya. Bapak Henky Hendranantha, Chief Operating Officer (COO) VIVA Networks dalam acara ini juga menginfokan kalau saat ini Viva.co.id memiliki kanal khusus untuk perempuan yang bisa di manfaatkan untuk sebesar-besarnya pemberdayaan perempuan.
Alhamdulillah saya menjadi seorang perempuan yang sedikit banyak telah mampu memanfaatkan kesempatan di era digital ini.
Namun, dalam lubuk hati saya sebenarnya masih punya keinginan untuk meningkatkan manfaat dunia digital ke level yang lebih tinggi.
Saya memendam harapan, ingin deh suatu saat memiliki start up atau perusahaan rintisan sendiri berbasis digital. Perusahaan yang tentunya tidak jauh-jauh bergerak di dunia perempuan dan ibu-ibu.
Nah, pas banget keinginan saya ini dengan hadirnya Diajeng Lestari, founder dari hijup.com. yang memberikan inspirasi menjalankan bisnis di era digital.
Ibu-ibu dan perempuan stylish pasti tidak asing mendengar kata hijup.com. Ini adalah sebuah startup yang menaungi penjualan bagi kurang lebih 200 rumah mode desainer lokal dan mancanegara yang mengedepankan desain-desain pakaian modest atau sopan yang juga identik untuk pakaian muslimah.
Memulai usaha dari ruangan kamar tidak lebih luas dari 3 meter dan dua orang karyawan, Mbak Diajeng memulai usahanya sepuluh tahun lalu. Saat itu semua masih dikerjakan sendiri, dan beliau selalin sebagai CEO juga merangkap sebagai karyawan.
Menurut Diajeng Lestari era digital memberikan iklim yang pas bagi perempuan memulai usaha, karena bisa dilkuakan kapan saja, tanpa perlu modal banyak, dan dapat dilakukan dirumah. Nah, soal ini jawaban banget buat ibu-ibu yang galau ingin punya penghasilan tetapi nggak mau meninggalkan anak-anak.
Yang harus ditingkatkan dalam bisnis di era digital menurut Diajeng adalah bagaimana kita terus belajar, gesit, peka dan selalu mengasah sisi kreatif dalam diri, mencari ide-ide segar dan baru, karena itulah kunci sukses usaha di era digital, yang tetap sustain dan berkembang.
Selain itu, tips penting dari Diajeng untuk perempuan yang ingin mulai usaha, yang pertama adalah..
"Ubah pola berpikir, dari sebatas sebagai konsumen, dengan mulai berpikir untuk menjadi produsen atau penjual"Sudah jadi berita umum kalau perempuan Indonesia dikenal suka belanja, dan menjadi target market berbagai macam produk, terutama produk fashion.
Banyak negara mengambil peluang ini. Akhirnya kita menjadi penyumbang devisa bagi negara lain.
Padahal kesempatan dan peluang untuk perempuan berjaya di bisnis fashion masih sangat terbuka lebar, mengingat negara kita adalah negara dengan penduduk mayoritas muslim sehingga pangsa pasarnya masih menjanjikan.
Dalam berbisnis Diajeng Lestari juga memberikan tips sukses usahanya, yaitu dengan menjalankan prinsip-prinsip yang diajarkan nabi Muhammad yaitu:
SIDDIQ artinya adalah jujur, berkata benar mengenai barang-barang yang dijual.
AMANAH artinya adalah bisa dipercaya, menjalankan sebaik mungkin apa yang diamanatkan atau dipercayakan.
FATHANAH artinya adalah cerdas atau pandai dalam hal ini melihat peluang dan perubahan atau trend yang terjadi. dan
TABLIGH artinya adalah menyampaikan sesuai dengan aslinya.
Nah, buibu ada yang punya keinginan jadi pengusaha juga seperti Dijaeng Lestari. Ingat selalu tipsnya ya, selain itu biar barokah juga kan usahanya kalau mengikuti prinsip rasulullah.
Terkait perspektif Kesetaraan Gender. Diajeng Lestari juga sangat bersyukur karena sang suami sangat mendukung usahanya.
Ditambahkan oleh Mbak Diajeng Lestari. Seribu lima ratus tahun lalu jauh sebelum isu kesetaraan muncul, sudah ada Siti Khadijah yang telah mewujudkan sebuah kesetaraan, beliau bahkan melamar Nabi Muhammad untuk menjadi suaminya.
Menjadi perempuan pengusaha dan saudagar kaya raya yang dihormati dan disegani oleh kaum laki-laki pada masanya, Siti Khadijah adalah contoh kesetaraan yang patut dicontoh.
Bekerja, berkarya dan atau menjalankan usaha. Selama komunikasi terjaln baik antara suami isteri, insha Allah tidak akan terlalu terasa aral yang melintang.
Hmm, sangat mencerahkan sekali yaa.
Yuk atuhlah, sama-sama kita perempuan Indonesia menjadi seperti Khadijah di Era Digital yang sudah serba maju ini, kita wujudkan asa menjadi perempuan berdaya, untuk Indonesia Maju.
Terimakasih tulisannya, sangat sangat bermanfaat, izin share
BalasHapus