Kampung Pulo Geulis, Pulau di Tengah Sungai Ciliwung
Nama Kampung Pulo Geulis sendiri diambil dari Bahasa Sunda, yaitu “pulo” yang berarti pulau dan “geulis” yang berarti cantik.
Jalan-jalan ke kota Bogor, ke mana biasanya tujuannya?
Kebun Raya Bogor, umumnya menjadi jawaban paling atas, setelah itu tujuan selanjutnya adalah menikmati wisata kuliner di sepanjang Jalan Suryakencana.
Beberapa waktu lalu, bersama komunitas traveler Kompasiana, Saya
menjelajah kota Bogor dan mengetahui kalau Bogor ternyata bukan punya kebun
Raya saja, tetapi juga tempat wisata lain yang seru untuk dijadikan tujuan kalau
kita jalan-jalan ke kota Bogor.
Tempat tujuan wisata ini juga menarik, karena memiliki nilai
edukasi dan sejarah. Tempat ini adalah kampung-kampung di kota Bogor yang
dikelola menjadi kampung tematik sebagai tujuan wisata kota.
Salah satunya adalah kampung Pulo Geulis, yang terletak
tidak jauh dari pusat kota Bogor. Kampung Pulo Geulis adalah sebuah kampung yang
berada di tengah, membelah sungai ciliwung, hingga jika dilihat seperti sebuah
pulau berada di atas sungai.
Nama Kampung Pulo Geulis sendiri diambil dari Bahasa Sunda, yaitu “pulo” yang berarti pulau dan “geulis” yang berarti cantik, jadi kampung Pulo Geulis artinya kampung Pulau Cantik
Untuk menuju kampung ini, kami masuk melalui jalan Riau, dan harus menyeberang jembatan kampung yang terbentang di atas sungai ciliwung, akses ke kampung Pulo Geulis hanya bisa dilalui pejalan kaki dan pengguna kendaraan roda dua.
Kampung Pulo Geulis dihuni oleh lebih dari dua ribu penduduk, dengan luas 3,5 hektar, makanya tidak heran kalau kampung ini terasa padat dan rapat. Terdiri dari berbagai macam suku dan daerah, secara umum penghuni kampung ini didominasi orang sunda dan tionghoa. Karena keunikan inilah kampung ini kemudian dikembangkan menjadi kampung etnik sebagai tempat wisata.
Selain itu, kelebihan kampung ini adalah terdapatnya situs peninggalan sejarah yaitu Klenteng Phanko Bio, tempat untuk bersembahyang warga keturunan tionghoa.
Klenteng Phanko Bio terbuka untuk umum sebagai tempat wisata sejarah, Kuil Phanko Bio sendiri mulai tercatat sejak tahun 1703, setelah “ditemukan” oleh seorang gubernur jendral Belanda yang sedang mengontrol situasi kota Bogor.
Melihat sejarah ini, sebenarnya jauh sebelum
itu, klenteng Phanko Bio sudah ada. Secara pasti memang tidak ada yang mengetahui
kapan sebenarnya klenteng Phanko Bio dibangun, karena itulah Klenteng Phanko
Bio termasuk dalam salah satu kuil tertua di nusantara.
Menurut Riwayat, lokasi di mana klenteng ini berdiri sudah
ada, bahkan sejak zaman kerajaan Pajajaran, hal ini ditandai dengan adanya tiga buah batu
besar di dalam klenteng.
Keberadaan batu-batu besar tersebut konon sebagai
tanda, bahwa dahulu tempat ini merupakan area peristirahatan Prabu Siliwangi, Raja
dari Kerajaan Pajajaran, penguasa tanah pasundan yang wilayahnya membentang di
seantero wilayah Jawa bagian barat.
Selain itu di tempat kuil ini berada juga dipercaya dahulu
menjadi tempat petilasan, pertapaan, juga perhentian para ulama penyebar agama islam.
Memasuki kampung pulo geulis, dan tiba di klenteng Phanko, kami disambut oleh penampilan barongsai yang atraktif, lalu kemudian bertemu dengan bapak Chandra selaku pimpinan klenteng Phanko, Bapak Hamzah ketua RW dan dua anak muda warga kampung Pulo Geulis yang menggerakkan pengembangan pariwisata kreatif kampung etnik pulo geulis.
Diungkapkan juga jika Klenteng Phanko Bio adalah klenteng yang dipersembahkan kepada dewa Phanko.
Dewa Pan Kho, adalah salah satu dewa yang diyakini oleh masyarakat Tionghoa sebagai sang kreator pencipta alam semesta, yang menciptakan alam yang sebelumnya bermula dari banyak kekacauan, kehancuran, dan kegelapan.
Kemunculan Dewa Phan Kho berasal dari sebutir telur, yang menunggu ribuan tahun untuk akhirnya menetas dan menjadi penyelamat dunia, lalu menciptakan alam semseta yang baru.
Alasan Kampung Pulo Geulis, digiatkan sebagai wisata kampung etnik, karena kampung ini adalah perwujudan hidup selaras, harmoni dalam keberagaman, dapat mengamalkan nilai-nilai pancasila dengan baik meski terdiri banyak suku bangsa. Tidak pernah ada perselisihan berarti di kampung Pulo Geulis, masyarakat saling bahu membahu dan membantu dalam segala kegiatan tanpa memandang latar belakang.
Mengunjungi klenteng Phanko Bio di Bogor, membuka cakrawala bagi Saya, bagaimana keberagaman adalah warisan dari nenek moyang yang harus terus dijaga. Di sini saya juga mendapat sedikit gambaran, bagaimana orang-orang Tionghoa beribadah. Serta apa yang membedakan klenteng, kuil dan vihara bagi orang tionghoa.
Menurut Bapak Chandra, Kuil dan vihara adalah tempat beribadah dan berdo'a yang umumnya dilakukan seseorang yang menganut agama tertentu, dalam hal ini contohnya Budha, Khong Hu Cu, dan lain-lain.
Sementera klenteng seperti klenteng Phanko Bio ini merupakan tempat sembahyang bagi siapa saja yang percaya dengan adanya dewa, tidak terbatas agama dan tidak untuk etnis tionghoa saja. Siapapun terbuka dan bebas jika ingin berdo'a di klenteng dengan membawa keyakinannya masing-masing. Jadi, kalau ke Bogor, sempatkan juga melipir ke Kampung Pulo Geulis ya. Menjelajahi kota Bogor, ke tempat seru yang seru untuk dieksplor.
Write a comment
Posting Komentar